الحكم ، على الأقل في التحلل من مادة واحدة (وحدة الفعل في اللغة العربية يمكن أن يكون عشرة (10) المقاصد وأغراض مختلفة) ،
على سبيل المثال : لقد كان العد :
1. عد وقته ،
2. طريقة العد ،
3. الشخص ،
4. الآلات الحاسبة ،
5. مكان العد ،
6. حسابيا،
7. ما يحدث ،
8. لماذا يتم حسابها،
9. وصل / الغياب ،
1o. وغيرها ، وهناك أمثلة أخرى كثيرة
"Wain Taudduu Ni'matalloohi Laa Tuhsuha", artinya Alloh Maha Tahu: "Andaikan kamu semuanya mau menghitung nikmat Alloh, tidak aka bisa menghitungnya (Saking banyaknya)", makna mufrodiyah (satuan kata) Taudduu = menghitung kamu = kalimat Fi'il Mudhori, Mukotob Jama Mudzakar Salim (Taudduuna), dimasukan harap In: Maka harus membuang nun akhir kalimat (Taudduuna) kelimat berobah kayid dalam ilmu shorof menjadi (Wain Taudduu), yang arti asalnya Adda=Telah Menghitung, ke fi'il Mudhori Goibnya Yauddu,
1. Kalimatnya, paling tidak dalam penguraian lafdiyah mufrodiyah (Kata kerja satuan dalam bahasa Arab bisa jadi sepuluh (10) mengertian yang berbeda maksud dan tujuannya),
contoh: Telah berhitung:
1. Waktunya berhitung,
2. Cara berhitung,
3. Orangnya,
4. Alat hitung,
5. Tempat berhitung,
6. Ilmu hitung,
7. Terjadinya,
8. Kenapa dihitung,
9. Tercapai/tidaknya,
1O. Dan lainnya, masih banyak kelasifikasinya, lihat Ilmu Tashrif http://ilmutashrif-rizky.blogspot.com/
2. Dan kita pelajari maknanya dalam http://ilmubalagoh-rizky.blogspot.com/, kita memerlukan koridor pikir sesuai konsep, agar luas pemaknaan, penjelasan, gambaran, dan makna maksud yang akan diraih. Kenapa? Kita menjabarkan (Menjelaskan sesuatu dengan terperinci/detail dgn tidak keluar dari keharusannya),
contoh Makna:
1. Tujuan/Maksud berhitung,
2. Orang penghitung,
3. Saksi hitung,
4. Bukti hitung,
5. Keafsahan (benar/salahnya) hitungan,
6. Manfaat hitung,
7. Dan lain-lainnya.
Nah saudaraku: sengaja aku lontarkan semua ini agar kita semua mempelajarinya tentang menafsirkan dan apapun tidakan kita terhadap sesuatu berdasarkan ilmunya, mungkin tak semuanya sampai tetapi kita harus berusaha memecahkannya agar tercapai makna maksudnya,
Uraian Laa: dalam Laa Tuhshuha, "Sekalipun pakai alat teknologi canggih, otak jenius, dunia modernisasi mentok dan tidak bisa menghitung nikmat dari Alloh SWT".
Bagaiman kita merasakannya:"Akui semua apapun dari Alloh sekalipun sebab makhluk", Haruskah merasakanya: "
Bagi Mu'min Muttaqin tentu merasakan dan diwajibkannya", apa rasanya? "Segala bukti diri dan alam semesta nyatanya",
Dengan apa merasakannya? "Dengan Iman (keyakinan dan buahnya), Ilmu (pengetahuan), amal ikhls (berbuat baik karena Alloh semata), trampil (mengoptimalkan akal untuk hal berfaidah), dan persambungan dengan sasama terus diupayakan dgn baik ajas karena Alloh.
Apakah jika berpikir atau menghiung nikmat Alloh? Harus!.
1. Agar merasa semua dari Alloh.
2. Agar bisa memakai dan memanfaakannya sesuai keharusannya,
3. Menjaga agar tidak kena musyrik, fasid, hasud, munafik, syirik, murtad dan dzunub serta Hal Aib Lainnya.